Pak Ma'rufin berpendapat ( LAPAN
Indonesia ):
"setelah membaca lebih jauh,
berakhirnya kalender Maya di 21 Desember 2012 itu lebih disebabkan oleh
berakhirnya siklus kalender, yang disebabkan oleh “kehabisan angka”. Sistem Kalender
Maya berbasiskan pada bilangan 20 (bi-desimal) , berbeda dengan kalender
lainnya yang berbasiskan bilangan 10 (desimal). Mengutip tulisannya mbak Avivah
Yamani di langitselatan.com, dengan metode penulisan 0.0.0.0.0 dan hobi-nya
suku Maya dengan siklus 13 dan 20 serta start kalender Maya ini ekivalen dengan
11 Agustus 3114 BCE, maka posisi 13.0.0.0.0 sebagai angka terbesar dalam
kalender Maya ini akan ekivalen dengan 21 Desember 2012. Nah setelah 13.0.0.0.0
ini terlampaui, kalender Maya tidak mengenal angka 13.0.0.0.1 atau yang lebih
besar, karena akan kembali ke posisi 0.0.0.0.1 alias angka paling kecil. Inilah
yang saya maksud dengan “kehabisan angka” tadi. So, satu hari setelah 21 Des
2012 itu, atau pada 22 Desember 2012, kalender Maya memulai siklus barunya
dengan angka 0.0.0.0.1.
Sementara jika meninjau
fakta2 “ilmiah” yang dikatakan menyertai isu kiamat 2012 ini, sebagian besar
juga meragukan. Sebut saja misalnya retaknya medan magnet Bumi, yang disebut-sebut
telah mencapai panjang 160.000 km di angkasa sebagai South Atlantic Anomaly
(SAA). Sementara fakta yang ada, SAA ini merupakan area dimana posisi sabuk
radiasi van-Allen paling dekat dengan permukaan Bumi dan terjadi akibat
perbedaan viskositas antara batuan kerak Bumi dan lapisan selubung dengan inti
Bumi. Perbedaan viskositas membawa pada perbedaan kecepatan rotasi, yang (meski
kecil sekali), memiliki beberapa efek, ya salah satunya munculnya SAA ini.
Sementara soal Yellowstone caldera yang
dikatakan akan meletus dahsyat kembali (dengan memuntahkan tephra sedikitnya 2
juta km3, jika merujuk letusan terdahulu) guna mengikuti siklus letusan 600.000
tahun sekali, jika kita cek langsung ke USGS (yang langsung memonitor kaldera
ini), ternyata Yellowstone memiliki periode letusan rata-rata 640.000 tahun.
Jika kita “saklek” dengan angka ini, masih ada selang waktu 40.000 tahun bagi
Yellowstone untuk meletus. Meski, dalam vulkanologi, yang namanya periode
letusan rata-rata itu hanyalah menjadi patokan, bukan untuk keperluan prediksi
apalagi peramalan. Sebut saja misalnya dengan Gunung Merapi di Jateng-DIY.
Dalam perspektif vulkanologi, gunung ini seharusnya sudah meletus kembali
karena periode letusannya 2 – 3 tahun (dengan letusan terakhir Juni 2006
silam), namun sampai kini gak ada aktivitas yang menunjukkan perkembangan ke
sana.
Di Yellowstone, memang pada Januari
lalu terekam adanya seismic swarm, alias rangkaian gempa2 vulkanik yang menjadi
tanda migrasi magma. Namun selang waktu seismic swarm ini sangat pendek (hanya
2 minggu) sehingga tak bisa diterjemahkan sebagai adanya pasokan magma secara
terus menerus yang sedang menembus kulit Bumi menuju ke permukaan kaldera. USGS
menyebut seismic swarm berdurasi pendek ini biasa terjadi di Yellowstone caldera,
demikian pula di kaldera2 lain yang ada di dunia baik mulai dari Toba (yang ini
juga rutin direkam BMKG), Krakatau maupun yang paling muda seperti Pinatubo.
Sementara soal planet Nibiru, alias
planet X itu, seperti pernah saya tulis, itu cuman mitos lama dari era
Babilonia yang tak pernah bisa dibuktikan. Jika ada planet bernama Nibiru yang
ukurannya hampir menyamai Saturnus itu, maka tentunya planet ini sudah nongol
dalam pelat-pelat fotografis seabad silam ketika Clyde Tombaough dkk melakukan
systematic search untuk menemukan Pluto. Apalagi dengan teknologi terkini
dimana planet tidak hanya diobservasi dengan spektrum cahaya tampak semata,
namun juga dengan inframerah, ultraviolet dan gelombang radio. Ketika teknologi
astronomi masa kini bahkan demikian powerfull untuk menemukan sejumlah planet
baru yang mengorbit bintang2 tetangga alias ekstrasolar planets, maka sulit
diterima jika ada benda langit asing sebesar Saturnus yang masih bersembunyi
dalam region tata surya kita, dalam rentang jarak dari orbit Pluto hingga
kawasan awan komet Oort.
Memang, seperti pernah ditulis pak AR
Sugeng R, potensi terbesar dari Kiamat 2012 adalah badai Matahari, dimana
secara siklusnya pada rentang waktu 2011-2012 sunspot number Matahari memang
mencapai puncaknya dan berkorelasi langsung dengan tingginya semburan proton
energetik dari permukaan Matahari ke segala arah. Model2 matematis yang
dikembangkan NASA menyebut badai Matahari ini akan menyamai peristiwa
Carrington 1859 silam, dengan efek yang merusak terhadap sistem telekomunikasi,
satelit dan kelistrikan. Sebagai gambaran, badai Matahari 1989 (yang
kekuatannya mampu membelokkan arah jarum kompas hingga 7 derajat dari magnetic
north) mengakibatkan kerusakan pada trafo listrik Ontario Hydro dan menyebabkan
sebagian AS dan Kanada mengalami mati listrik hingga 9 jam. Dan dalam badai
Matahari 2011-2012 (yang diperkirakan mampu membelokkan arah jarum kompas
hingga 15 – 20 derajat), tentunya kerusakan itu bisa menjangkau daerah yang
lebih jauh, bahkan hingga ekuator.
Tentang tumbukan benda langit, memang
tata surya kita sedang melintasi bidang galaksi Bima sakti dan itu akan
menyebabkan perturbasi gravitasi dari bintang2 tetangga kita menjadi maksimal.
Persoalannya, kapan perturbasi itu mampu menghentakkan jutaan benda langit mini
di awan komet Oort dan sabuk asteroid Kuiper hingga berubah menjadi komet-komet
yang menghujani tata surya bagian dalam, saat ini belum bisa dikuantifikasi.
Kita hanya tahu itu akan terjadi, tapi kapan ? Belum diketahui hanya Allah yang
tahu segalanya."
source: kaskus.us
Tidak ada komentar:
Posting Komentar